HIJAUNYA BOGORKU!



Oleh: Anton Surahmat ( Pimpinan Redaksi LSP Unida)

Sebagai sebuah kota penyangga ibukota. Bogor merupakan kawasan penting bagi Jakarta. Suatu kawasan yang terus berkembang semenjak era pemerintahan Kolonial Belanda hingga saat ini. Bogor dikenal luas warga Jakarta tidak hanya dengan kesejukan wilayahnya yang asri di Puncak, kerimbunan pepohonannya di sepanjang jalan trotoar luar Istana Bogor, atau pun kebersihan udaranya yang masih terjaga karena diapit dua gunung raksasa, yakni gede dan pangrango tapi lebih dari itu, Bogor adalah satu dari sedikit kota berkembang yang mampu menjaga keseimbangan antara pembangunan dan pelestarian alam.

Akan tetapi, dinamika perubahan telah tumbuh dan berkembang begitu cepat. Konsep modernitas dan gaya kehidupan kaum urban terlihat telah merasuk lebih jauh dari garis keseimbangan pembangunan yang seharusnya. Konsep hijau dan modern kini menjadi terasa agak timpang, cerminan sederhana seperti ketika kita berjalan di bawah rimbunnya dedaunan di trotoar Plaza Ekalokasari tapi, masih merasa gerah dan panas oleh banyaknya debu dan asap kendaraan yang beterbangan dan tercium hidung atau begitu membludaknya sampah – sampah anorganik yang hanyut dan menutupi banyak saluran air di wilayah kota, kabupaten, hingga pelosok desa kita sendiri, mengakibatkan banjir yang tentu bukan hal yang bisa dibanggakan. Sebuah kontras yang mengecewakan bagi kota yang baru saja mendapat gelar Kota Hijau Lestari[1] (Al – Khaer City) pada Konferensi Perubahan Iklim Muslim 9 – 11 April lalu.

Menciptakan Kota Hijau seharusnya tidak lahir hanya dari sebuah imej atau penghargaan. Kota hijau adalah sebuah konsep luhur yang memadukan dengan sempurna kemajuan peradaban yang berdampingan dengan pelestarian alam. Konsep kota hijau pertama kali lahir di San Fransisco pada tahun 2005[2]. Konsep ini tidak hanya melulu mengenai berapa banyak jumlah pepohonan yang tersedia di kota anda? Berapa total penurunan emisi gas karbon yang berhasil kota anda capai? atau sesukses apa program “dilarang merokok di tempat – tempat publik” ? tidak konsep Kota Hijau yang sesungguhnya mencakup semua hal, dalam infrastruktur sebuah kota, dimana lingkungan sosial dan bahkan ekonomi termasuk di dalamnya. Menjadikan sebuah Kota Hijau haruslah menyentuh nilai – nilai kehidupan keseharian warga paling dasar seperti cara membuang sampah, membersihkan kendaraan hingga, bisnis yang dijalankan. Pada titik ini Bogor adalah sebuah kota yang masih perlu melakukan banyak perubahan pada dirinya, Think globally but act locally menjadi sangat relevant bagi pengembangan Kota Bogor menuju Al – Khaer City yang sesungguhnya.

Berkaca pada Konsep Green City negara lain

Transportasi telah menjadi hal yang sangat mutlak diperlukan, permasalahannya ialah dengan julukan “Kota Sejuta Angkot” dengan demikian permasalahan polusi udara tentu menjadi sesuatu yang tak terelakan. Belum lagi “sumbangan” karbon CO2 dari kendaraan – kendaraan pribadi atau umum yang datang dari Jakarta, hanya keberadaan Kebun Raya Bogor yang saat ini benar – benar membantu kota ini tetap lebih baik dari Jakarta dalam hal polusi udara. Sebuah konsep yang sederhana diterapkan di New York, dimana untuk mengurangi polusi Walikota Michael Bloomberg menganggarkan pembuatan Subway yang relatif aman dan nyaman guna keseharian masyarakat New York yang dinamis, dan mengurangi volume penggunaan kendaraan pribadi karena harga bensin yang relatif murah pada saat itu. Meski awalnya tidak terlalu diminati tetapi, dengan kualitas pelayanan yang baik pada akhirnya banyak warga New York yang beralih ke Subway.

Di Jepang, pengelolaan sampah sangat baik. PM melalui tangan Moriko Koikke (Menteri Lingkungan Hidup periode 2003 - 2006) semboyan reducing, reusing, dan recycling menjadi pakem yang kuat dan melekat di setiap warga Jepang. Yakni mengurangi limbah buangan, penggunaan kembali barang bekas yang bisa dipakai, sementara eropa yang diwakili oleh London telah beberapa langkah lebih maju, Ken Livingstone, Walikota London periode 2000 – 2008 menerapkan London Hydrogen Partnership dan London Energy Partnership yang menekankan pengguanaan hydrogen sebagai bahan bakar transportasi dan alat – alat elektronik. di Swiss, Dusty Gedge menjadikan atap rumahnya tempat menanam tanaman – tanaman hijau, sangat inovatif. Dan di Bogota, sebuah kota yang notabene bermasalah dengan polusi, Enrique Penalosa, Walikota Bogota periode 1998 – 2001 membuat sebuah jalur khusus bagi pengendara sepeda sepanjang 374 meter, dan hal ini berhasil meningkatkan minat commuter yang hanya 2 persen pengguna sepeda menjadi 14[3]. Erique Penalosa percaya jika kota yang baik tidak hanya untuk bisnis dan kendaraan saja, tapi juga untuk anak – anak, anak muda, dan orang tua. Dari pada membangun jalan lebih baik ia membangun sarana pejalan kaki dan sepeda yang baik. Inilah salah satu konsep kenyamanan sebenarnya dalam Green City, dimana sesungguhnya kemajuan suatu kota tidak hanya dinilai dari segi ekonomi belaka, atau kemajuan teknologi yang dicapai akan tetapi, kota yang baik ialah kota yang mampu menyediakan kebahagiaan bagi penduduknya. Suatu kota yang menghargai penduduknya sendiri, dimana penduduknya selalu merasa nyaman berkumpul di ruang – ruang public, di jalan, dan dimanapun ia berada di sudut kotanya.

Selama tujuh tahun ke depan Bogor secara berkesinambungan akan mendapat pantuan dari Asosiasi Masyarakat Muslim untuk Aksi Perubahan Iklim (MACCA) selaku salah satu penggagas Al – Khaer City. Mendapat penghargaan sebagai Kota Hijau bukan berarti membuat kita jumawa terhadap kotakota lain di tanah air yang notabene masih di bawah Bogor karena belum mendapat gelar serupa. Tugas kita sebagai warga Bogor ialah berusaha sekuat tenaga mengawal kota yang kita cintai ini tetap dan semakin hijau, sembari terus memperbaiki kekurangan – kekurangan yang ada, bukan untuk kita sendiri tetapi juga bagi generasi mendatang. I LOVE BoGoR. Bogor Kota Hijau dan Beriman.


[1] http://news.id.msn.com/

[2] Bangaswi.com

[3] Bangaswi.com

0 komentar:

 
Retorika Online © 2011 | Designed by Retorika Online, in collaboration with Unida Online, Email LSP Retorika and Marketing Iklan