Meramal Madridnya Mourinho!

Oleh: Anton Surahmat

Massimo Moratti teramat senang. Bagaimana tidak, gelar juara Liga Champions yang sudah didambakan Inter Milan dan dirinya selama lebih dari 38 tahun akhirnya berlabuh kembali di Giusepe Meazza. Dan tentu saja salah satu nama dibalik kesuksesan Inter Milan musim ini ialah, Jose Mourinho.

Jose Mourinho adalah seorang yang pragmatis. Sangat pragmatis, hingga pola permainan Inter kerap dikritik oleh para penikmat sepakbola menyerang. Namun, dengan gelar juara Liga Champions bersama Porto, dan dua gelar Liga Inggris bersama Chelsea menjadi bukti bahwa ia seorang yang cerdas. Dan salah satu pembuktiannya ialah kala menaklukan Barcelona, tim yang terkenal akan pola permainan menyerang sepakbola indahnya. Inter sukses menghempaskan Barca dengan agregat 3 – 2, sebelum akhirnya menekuk Bayer Munchen di final dengan skor 2 – 0, di stadion yang akan menjadi markas baru “The Special One” (julukan Mourinho) musim depan, Estadio Santiago Bernabéu.

Kini, Real Madrid telah menyusun skenario baru. Investasi musim lalu sebesar 2 trilliun lebih dengan mendatangkan superstar – superstar termasuk Cristiano Ronaldo dan Ricardo Kaká, gagal menghadirkan satu trofi pun ke Santiago Bernabéu. Manuel Pelegrini pun menjadi “kambing hitam” kegagalan Madrid musim lalu. Pelatih asal Chile ini dianggap tidak mampu memaksimalkan peran Ronaldo, Kaká, dan sederet bintang lain yang ada di Real Madrid. El Real finis di urutan ke dua La Liga di bawah sang juara Barcelona, dipermalukan tim kasta ke dua di Piala Raja Spanyol, dan luluh lantak di tangan Lyon pada ajang Liga Champions.

Datangnya Jose Mourinho menghadirkan ekspektasi tinggi akan harapan para “Madridista” untuk melihat tim mereka berjaya di Spanyol dan Eropa. Namun, dengan satu catatan Real Madrid adalah tim dengan filosofi menyerang, dan Mourinho adalah seorang ahli membangun tim dengan pertahanan “lapis baja” yang kuat dengan kesan sepakbola negatif dan menjemukan. Akan seperti apakah wajah El Real musim depan?

Pragmatisme Mourinho

Reputasi Jose Mourinho sebagai pelatih jenius memang telah melekat cukup lama. Dimulai ketika “salam perkenalannya” pada sepakbola dunia kala membawa Porto juara Liga Champions 2003/2004 hingga terakhir salam perpisahannya pada para pemain Inter Milan setelah menjuarai Liga Champions musim lalu. Bagaimanapun, Mourinho terbukti berhasil memenuhi semua target Inter musim lalu. Dan kini dengan bekal pemain – pemain kualitas nomer satu, Jose Mourinho dituntut memberikan minimal hal yang serupa yang diinginkan oleh Real Madrid.

Di setiap tim yang ia latih. Jose Mourinho selalu menekankan betapa pentingnya keseimbangan dalam bertahan dan menyerang. Meskipun, pada praktiknya tim yang ia latih cenderung untuk bermain lebih defensif dari pada sebuah tim yang bermain untuk menyerang. Inter Milan pada musim lalu hanya mencetak 75 gol dalam 38 pertandingan, bandingkan dengan El Real yang mencetak 102 gol dalam kurun jumlah pertandingan yang sama[1]. Tak pelak, hal ini menimbulkan kesan bahwa Don Jose akan meramu Real Madrid menjadi tim yang hanya mementingkan kemenangan tanpa permainan indah yang justru senantiasa dituntut Madridista kepada pelatih – pelatih Real Madrid sebelumnya.

Bernd Schuster mantan pelatih Real Madrid mengatakan bahwa Mourinho tidak memiliki profil atau filosofi Madrid pada dirinya[2]. Gelandang Real Madrid, Xabi Alonso pun mengatakan jika Real Madrid harus tetap bermain menyerang "Pertama-tama kami ingin memenangi banyak trofi dan cara terbaik untuk itu dan memenangi pertandingan adalah bermain dengan sepakbola indah." ujarnya. Bagaimanapun, Mourinho mendapatkan dukungan dari sang presiden Real Madrid, Florentino Perez. “Gaya permainan Mourinho akan cocok dengan sejarah Madrid. Menang, prinsipnya, semangat berkorban, itu sangat sesuai” elak Perez.

Lalu, formasi dan pola seperti apakah yang mungkin “dipatenkan” Mourinho pada Los Merengues?. Sepanjang musim lalu Inter Milan yang ditanganinya senantiasa bermain dengan pola 4-2-1-3. Dimana ia menempatkan Walter Samuel, Lucio, Douglas Maicon dan Christian Chivu sebagai bek. Sementara Esteban Cambiasso dan Javier Zanetti berdiri sejajar di depan empat bek dan di belakang playmaker Wesley Sneidjer. Dan di lini depan ia memberikan tempat kepada Goran Pandev di kanan, Samuel Eto’o di kiri, dan Diego Milito sebagai target man.
Interpretasi dengan pola 4-2-1-3 sebenarnya cukup untuk sebuah sepakbola menyerang. tetapi, Mourinho senantiasa menginstruksikan “pasukannya” untuk bersabar, menunggu peluang dan kesalahan lawan, lalu menghukum mereka dengan sebuah serangan balik cepat yang mematikan. Dan Barcelona serta Bayern Munchen telah menjadi korban strategi ini musim lalu. Masalahnya, El Real bukanlah tim yang “suka” menunggu bola. Real Madrid adalah tim dengan filosofi “mengalirkan” bola dari kaki ke kaki dan mendominasi pertandingan dengan penguasaan bola di setiap pertandingannya. Musim lalu El Real mendominasi 60 % penguasaan bola rata – rata setiap pertandingan bandingkan dengan Inter yang hanya 40 % rata – rata pertandingan.
Pada akhirnya, Mourinho tetaplah Mourinho, ia adalah seorang yang pragmatis tetapi realistis, seorang yang bisa sangat kritis dan sinis kepada orang lain tetapi, dekat dan akrab dengan para pemainnya. Kemampuannya menganalisis kelemahan dan kekuatan lawan membuatnya selalu punya cara memenangkan pertandingan. Bahkan dengan sepuluh pemain, seperti yang ia lakukan pada Barcelona.
Dan satu hal yang pasti Don Jose tidak akan mencontek gaya permainan tim lain. “Kami akan menjadi sebuah grup dengan identitas kami sendiri dan kami tak akan meniru pihak lain. Kami akan membentuk identitas bersama, pemain dan saya. Dan untuk bisa melakukannya, kami akan bekerja keras" pungkasnya.
¡Well, selamat bekerja Don Jose!



[1] BBCIndonesia.com

[2] duniacoccer.com

0 komentar:

 
Retorika Online © 2011 | Designed by Retorika Online, in collaboration with Unida Online, Email LSP Retorika and Marketing Iklan